cctvjalanan.web.id Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil langkah tegas dengan melarang seluruh truk over dimension over loading (ODOL) beroperasi di wilayahnya. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam rapat bersama sejumlah pihak seperti Bupati Subang Reynaldy Putra Andita Budi Raemi, perwakilan Perum Jasa Tirta (PJT) II, dan manajemen AQUA Group.
Dedi menegaskan bahwa kebijakan pelarangan ini berlaku penuh mulai awal tahun mendatang. Semua industri yang bergerak dalam bidang distribusi dan logistik di Jawa Barat wajib menyesuaikan diri dengan aturan baru tersebut. Truk-truk dengan muatan berlebih atau dimensi tidak sesuai standar tidak lagi diizinkan beroperasi di jalan raya provinsi maupun kabupaten.
Alasan Larangan Truk ODOL
Dalam penjelasannya, Dedi menyebut truk ODOL menjadi salah satu penyebab utama kerusakan jalan di Jawa Barat. Pemerintah daerah telah mengalokasikan dana besar untuk memperbaiki infrastruktur jalan setiap tahun, namun hasilnya sering tidak bertahan lama karena beban kendaraan yang melampaui batas.
“Kita ini sudah luar biasa membangun jalan. Dulu anggaran hanya ratusan miliar, sekarang bisa mencapai triliunan. Tapi apa gunanya kalau setiap tahun uang rakyat habis lagi karena jalan rusak dilindas truk kelebihan muatan?” ujarnya dalam keterangan resmi.
Menurut Dedi, persoalan truk ODOL tidak hanya merugikan dari sisi anggaran, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat. Kecelakaan lalu lintas akibat rem blong, patah sumbu, dan tergulingnya kendaraan berat sering kali disebabkan oleh truk bermuatan berlebih. Karena itu, pemerintah merasa perlu bertindak tegas demi melindungi kepentingan publik.
Truk Dua Sumbu Jadi Solusi
Dalam arahannya, Dedi menegaskan bahwa seluruh pelaku usaha wajib menyesuaikan kendaraan operasional mereka. Ia meminta industri pertambangan, perkebunan, hingga logistik untuk beralih menggunakan truk dua sumbu sesuai ketentuan teknis.
“Mulai sekarang, tidak ada lagi truk kelebihan muatan. Bahkan untuk sektor tambang pun wajib pakai truk dua sumbu. Kita tidak bisa terus-menerus mengorbankan keselamatan rakyat demi efisiensi sepihak,” tegasnya.
Kebijakan ini bukan hanya soal aturan transportasi, tapi juga soal keadilan ekonomi. Dedi menyebutkan bahwa ekonomi daerah seharusnya memberikan manfaat bagi semua pihak, bukan hanya untuk perusahaan besar yang memperoleh keuntungan dari jalan umum yang rusak karena beban berlebih.
Prinsip Keadilan Ekonomi
Gubernur Dedi menegaskan, kebijakan ini lahir dari semangat menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. Ia tidak ingin ada pihak yang menikmati keuntungan besar sementara masyarakat menanggung kerugiannya.
“Ekonomi itu tidak boleh timpang. Pemerintah wajib hadir agar ada keseimbangan. Kita harus berpihak pada rakyat yang jalannya rusak, yang sering jadi korban kecelakaan, dan yang pajaknya dipakai untuk memperbaiki infrastruktur setiap tahun,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah provinsi juga tengah menyiapkan sistem pengawasan digital berbasis sensor dan kamera jalan. Teknologi ini akan memantau berat muatan kendaraan secara otomatis di titik-titik strategis, sehingga pelanggaran bisa langsung terdeteksi dan ditindak.
Dukungan dari Pemerintah Daerah
Bupati Subang, Reynaldy Putra Andita Budi Raemi, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut. Pihaknya bahkan telah menyiapkan peraturan turunan untuk memperkuat implementasi di tingkat daerah. Melalui Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2025, pemerintah Subang menetapkan pembatasan jam operasional kendaraan berat dan tonase maksimal yang diizinkan melintas.
Reynaldy menjelaskan bahwa dengan pembatasan ini, industri justru bisa bekerja lebih efisien. Penggunaan armada dengan dimensi dan muatan sesuai ketentuan membuat perawatan kendaraan lebih mudah dan biaya operasional bisa ditekan. “Kalau pakai truk kecil tapi frekuensi jalan lebih sering, justru distribusi bisa lebih lancar dan sesuai aturan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa sosialisasi kepada perusahaan angkutan dan industri besar sudah dilakukan sejak beberapa bulan terakhir. Pemerintah kabupaten juga menyiapkan pos pengawasan di jalur utama untuk memastikan aturan benar-benar ditegakkan.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun kebijakan ini mendapat dukungan dari banyak pihak, tantangan di lapangan tidak bisa diabaikan. Sebagian pengusaha logistik masih keberatan dengan biaya tambahan yang timbul akibat perubahan armada. Mereka menilai, pelarangan truk ODOL akan meningkatkan biaya distribusi karena diperlukan lebih banyak kendaraan untuk mengangkut barang yang sama.
Menanggapi hal itu, Dedi menegaskan bahwa transisi ini memang membutuhkan waktu. Namun, ia memastikan pemerintah akan memberikan pendampingan bagi sektor industri agar tetap bisa beroperasi dengan efisien. “Kalau tidak dimulai sekarang, sampai kapan pun kita akan terjebak dalam siklus jalan rusak dan kecelakaan,” katanya.
Pemerintah juga sedang menyiapkan insentif tertentu, terutama bagi perusahaan yang lebih cepat menyesuaikan diri dengan aturan baru. Bentuknya bisa berupa kemudahan perizinan, akses jalan industri, atau kerja sama logistik regional.
Harapan Terhadap Keselamatan dan Infrastruktur
Dengan diberlakukannya larangan truk ODOL, pemerintah Jawa Barat berharap dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas dan memperpanjang umur infrastruktur jalan. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan mendorong kesadaran kolektif bahwa tanggung jawab menjaga fasilitas publik bukan hanya milik pemerintah, tetapi juga pelaku usaha dan masyarakat.
“Kalau jalan awet, semua diuntungkan. Pemerintah tidak perlu keluar biaya tambahan, pengusaha bisa kirim barang lebih cepat, dan masyarakat bisa berkendara dengan aman,” tutur Dedi dalam pernyataannya.
Kesimpulan
Langkah tegas Gubernur Dedi Mulyadi dalam melarang truk ODOL di Jawa Barat menandai perubahan besar dalam tata kelola transportasi dan logistik daerah. Kebijakan ini bukan hanya soal teknis angkutan, tetapi juga tentang moral, keadilan, dan keselamatan.
Dengan dukungan pemerintah kabupaten, aparat penegak hukum, dan masyarakat, aturan ini diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kepentingan publik. Jawa Barat kini bergerak menuju sistem transportasi yang lebih tertib, berkeadilan, dan ramah infrastruktur demi masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan.

Cek Juga Artikel Dari Platform kabarsantai.web.id
