cctvjalanan.web.id – Suasana Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi III DPR pada Senin (29/9/2025) menjadi momen bersejarah bagi perjuangan hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia.
Morgan, seorang penyandang Down Syndrome, tampil di hadapan para anggota DPR untuk menyampaikan aspirasi agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tidak lagi memuat pasal-pasal yang mendiskriminasi penyandang disabilitas.
Dengan suara tenang namun penuh keyakinan, Morgan menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, hingga pengakuan hukum.
“Saya ingin sampaikan kepada ibu-bapak sekalian, mohon agar kami tidak didiskriminasi. Sampai saat ini, kami anak disabilitas intelektual khususnya sindroma down masih sering dianggap beban,” ujar Morgan.
👩🦽 Kritik terhadap Diskriminasi di Berbagai Bidang
Morgan mengungkapkan masih banyak penyandang disabilitas yang dipandang sebelah mata dan dianggap tidak mampu berkontribusi. Ia menyayangkan sikap masyarakat yang kerap menolak keberadaan penyandang disabilitas di sekolah umum maupun dunia kerja.
“Masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa kami ini tidak bisa apa-apa, bodoh, dan hanya menjadi beban keluarga dan negara. Sehingga dianggap tidak perlu mendapatkan pendidikan apalagi pekerjaan,” katanya.
Padahal, Morgan adalah bukti nyata bahwa penyandang Down Syndrome dapat mandiri. Ia mampu berbicara dalam tiga bahasa: Indonesia, Prancis, dan Inggris, dan telah bekerja lebih dari empat tahun di sebuah organisasi.
Morgan bahkan mengungkapkan kesulitannya membuka rekening bank atas nama sendiri karena tidak diakui memiliki kapasitas hukum.
“Yang paling menyedihkan, saya tidak bisa punya rekening bank atas nama saya sendiri, padahal saya sudah bekerja dan menerima gaji setiap bulan, bahkan memiliki usaha Morgan’s Kitchen sejak Februari lalu,” paparnya.
⚖️ Harapan terhadap DPR
Morgan berharap Komisi III DPR mendengar aspirasi penyandang disabilitas dengan sungguh-sungguh dan menghapus pasal-pasal diskriminatif dalam RKUHAP.
“Kami juga bisa dididik, bisa maju seperti yang lain, punya prestasi dan motivasi untuk maju. Kami juga bisa bekerja seperti yang lain bila diberikan kesempatan,” tegas Morgan.
Langkah Morgan ini mendapatkan apresiasi dari banyak pihak karena menjadi simbol perjuangan kesetaraan bagi kelompok rentan di Indonesia.
📢 Sorotan Organisasi Disabilitas
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, Yeni, menyoroti ketentuan dalam RKUHAP yang masih menganggap kesaksian penyandang disabilitas mental tidak memiliki bobot hukum jika tidak di bawah sumpah.
“Bayangkan, kalau kesaksian korban kekerasan seksual yang penyandang disabilitas mental tidak di bawah sumpah, maka keterangan itu dianggap hanya sebagai informasi tambahan yang bobotnya rendah,” jelas Yeni.
Ia mengingatkan bahwa banyak penyandang disabilitas mental, khususnya perempuan, menjadi korban kekerasan seksual yang sering terjadi tanpa saksi lain.
“Kalau kesaksiannya tidak di bawah sumpah, padahal saat kejadian hanya ada korban dan pelaku, ini sangat rawan,” tegasnya.
🧠 Usulan Revisi untuk Perlindungan Disabilitas
Yeni juga menilai pasal 208 dalam RKUHAP masih berpotensi merugikan penyandang disabilitas mental. Ia mengusulkan agar hanya psikiater atau ahli yang berwenang menentukan kondisi psikologis seseorang, bukan penyidik atau aparat penegak hukum.
“Banyak anggota organisasi kami adalah dosen, entrepreneur, dan profesional lainnya. Tidak semua yang punya masalah kejiwaan seperti bipolar atau skizofrenia tidak mampu berkontribusi. Itu stigma lama, di zaman sebelum ada pengobatan,” tambah Yeni.
🌟 Makna Kesetaraan dan Perlindungan Hukum
Aspirasi yang disampaikan Morgan dan Yeni menyoroti pentingnya perlindungan hukum yang inklusif dan berkeadilan bagi penyandang disabilitas.
Revisi KUHAP yang sedang dibahas DPR diharapkan tidak hanya memperbaiki sistem hukum pidana di Indonesia, tetapi juga memastikan hak-hak kelompok rentan tidak terabaikan.
Langkah ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk melaksanakan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.
🔎 Kesimpulan
Perjuangan Morgan menunjukkan bahwa penyandang Down Syndrome dan disabilitas lainnya memiliki kemampuan dan kontribusi nyata bagi masyarakat, asalkan diberi kesempatan dan diakui haknya secara setara.
Suara mereka di DPR menjadi pengingat bagi pembuat kebijakan bahwa kesetaraan bukanlah belas kasihan, melainkan hak asasi manusia.
Revisi KUHAP diharapkan menjadi langkah awal bagi terciptanya sistem hukum yang inklusif dan bebas diskriminasi.
Cek juga artikel paling top di indosiar

